468x60

  • Blockquote

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Duis non justo nec auge

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Vicaris Vacanti Vestibulum

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Vicaris Vacanti Vestibulum

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Vicaris Vacanti Vestibulum

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

Dear Allah (1)

Selasa, 23 Juli 2013
Bismillaahirrahmannirrahiim
Allah is the Greatest

Assalamualaikum wr wb.

Dear Allah,
Selayaknya anak kecil yang merengek pada ayah ibunya,
memohon apa yang anak itu inginkan
Ampuni aku yang berani mengirimkan surat ini pada-Mu
pada Engkau pemilik ayah ibuku
pada Engkau pemilik jiwaku
pada Engkau pemilik jagad raya ini
Semoga Engkau perkenankan apa yang menjadi harapanku
Aamiin

Dear Allah,
Alhamdulillah di setiap sujud, aku selalu merasakan kehadiran-Mu
Membelaiku dengan lembat, aku dg tangisku, dan Engkau dg senyuman-Mu
Engkau bisa membuat hatiku tiba-tiba tergetar dg mudahnya
Engkau bisa membuat hatiku tiba-tiba runtuh
Engkau bisa membuat hatiku yang teriris habis menebal kembali
Semoga Engkau tak pernah bosan mendengar suka dukaku
Aamiin

Dear Allah,
Betapa kecilnya aku di dunia ini, yang setiap hari hanya bisa memohon kepada-Mu
Aku tidak akan sampai pada titik ini bila tidak Engkau pegangi
Aku tidak akan sampai pada posisi ini bila tidak Engkau topang
Aku tidak akan sampai pada episode ini bila semua telah Engkau persiapkan
Semoga Engkau mengijinkan aku bersujud dengan anggun di atas sajadah-Mu
Aamiin

Dear Allah,
Aku baru saja melewati proses pertama dalam meja perkuliahanku
Aku mampu dengan kemampuan-Mu
Setidaknya masih ada satu langkah lagi
Dan aku akan terus memohon kepada-Mu
Semoga Engkau selalu berkenan memberikan rahmat-Mu di setiap langkahku
Aamiin

Dear Allah,
Aku percaya jalan keluar selalu ada, entah dari mana, yang pasti, 
Itu semua dari Engkau

Alhamdulillahirrabbil'alamin :)

Bandung

24 Juli 2013 pukul 12.03

Surat untuk Ayah (1)

Minggu, 23 Juni 2013
Bismillaah
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Dear Ayah,
Ayah lagi apa? Semoga Ayah sehat selalu ya.
Aku rindu Ayah. Semalam aku memanggil nama ayah di sini, ayah dengar?
Pasti Ayah sedang tertidur pulas di rumah dengan Mama yang selalu ada dan sabar di samping Ayah. Betapa aku rindu wajah senyuman kalian. Betapa aku rindu wajah teduh kalian saat tertidur, yang aku suka diam-diam mengamati kalian. Mengecup kening Ayah Mama ketika tertidur pulas. Pasti kalian tidak terasa kan?
Selama ini aku hidup di Bandung. Jauh dari Ayah Mama. Dan dengan tangisan yang kalian hantarkan untukku ketika awal aku berangkat dulu ke perantauan. Membawa segenap keberanian yang aku coba kumpulkan setiap harinya di setiap sujudku.


Dear Ayah,

Bagaimana bisa Ayah mendengar tangisanku semalam? Tiba-tiba mengirimkan SMS padaku jam 23.58 dini hari. SMS yang bertuliskan "Kamu ada masalah apa?" 
Badanku tiba-tiba tergetar. Ribuan jarak kilometer yang memisahkan kami, tapi tertaut begitu saja perasaan ini dengan darah Ayah yang mengalir di tubuhku. 

Dear Ayah,

Aku bisa jawab apa pertanyaan yang Ayah tanyakan. Maafkan aku, aku tidak bisa menjawab dengan jujur. Aku hanya bisa bilang "Tidak ada apa-apa. Kakak baik-baik saja di sini. Doakan kakak ya. Selamat istirahat, Yah. Kakak sayang Ayah :* "

Dear Ayah,

Yang aku mohon sekarang doa Ayah. Berkali-kali Ayah merasa ketika perasaanku tidak genap. Aku ingin banyak cerita sama Ayah. Tapi, aku cuma bisa jaga perasaan Ayah. MAaaf aku tuliskan di sini. Tulisanku di sini selalu membuatku lega. Entah suatu hari nanti Ayah membaca tulisan ini. Aku hanya ingin tahu, Aku sangat sayang Ayah. Terima kasih untuk doa yang selalu Ayah hantarkan pad-Nya di setiap sujud Ayah.

Dear Ayah,

Kita seperti menghitung waktu mundur. Sebentar lagi, cepat atau lambat, anak sulung gadismu ini akan ada yang meminang, entah siapa nanti yang datang kepadamu. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana perasaanmu saat itu. Aku tidak bisa membayangkan, bagaimana di saat 'tulang rusukku' datang 'memintaku' darimu. Akankah Ayah ikhlas? Akankah Ayah menangis? Ketika aku menuliskan ini, aku sedang menangis Ayah. Aku ingin memelukmu. Aku ingin bercerita padamu apa yang sebenarnya aku rasakan. Tapi aku menjaga perasaanmu Ayah. Aku bangga memiliki Ayah sepertimu. Ayah cukup mendoakanku di sini. Aku akan baik-baik saja.

Dear Ayah,

Aku pernah melihat mimik wajah Ayah ketika aku dulu pernah membawa seorang teman dekatku ke rumah. Aku tau aku milikmu Ayah. Aku tau engkau pasti cemburu. Aku membayangkan ketika nanti ayah membimbing calon imamku mengucapkan Qabiltu kami, dunia akhirat. Ketika Ayah mengucapkan 'zawwajtuka' dan 'ankahtuka' (Aku nikahkan kamu), kemudian mengucap 'mallaktuka' (Aku serahkan padamu). Semoga Allah selalu membimbing Ayah untuk bisa menyerahkan aku ke orang yang tepat. Sekarang tenang Ayah, aku masih milikmu. Ayah, peluk aku :')


Dear Ayah,

Masih banyak yang ingin aku sampaikan. Aku mohon doa untuk kelancaran studiku. Aku mohon doa untuk ketenangan hatiku. Aku mohon doa untuk aku dan dia. Dia, seseorang yang entah nanti datang darimana.

Dear Ayah,

Ini suratku yang pertama untukmu. Dengan tetesan bulir bening, dengan husyuknya malam nifsyu sya'ban ini. Aku persembahkan tulisanku ini pada Allah, untukmu Ayah. Semoga Allah selalu membisikkan kebaikkan di setiap doa Ayah. Semoga Ayah selalu diberikan kesehatan, kekuatan, dan kemampuan hingga nanti Ayah menyerahkan aku padanya. Tak terhitung terima kasih aku ucapkan untuk Ayah.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Bandung, 23 Juni 2013

"Tidak akan ada yang menghalangi doa orang tua terhadap anaknya begitupula sebaliknya." (HR.Tirmidzi)





Setengah

Minggu, 10 Maret 2013



Saatnya menulis. Aku rindu. Beberapa kali aku menulis, aku tekan backspace begitu saja. Hilang, kembali hilang. Kosong. Untaian kata sedikit, akan aku klik post, buram rasanya. Aku taku ada kata-kata yang salah. Salah kondisi salah arti. Diam lebih baik, diam seperti emas. Akan tetapi lebih baik menjadi berlian. Berbicara sesuai dengan manfaat.
Ah aku rindu saat-saat itu. Di saat inspirasiku berjalan lancar, aku bisa menulis apa saja. Canda tawa riuh rendah kita terdengar begitu saja.
Hai, terima kasih untuk semua orang. Yang baik kepadaku. Yang jahat kepadaku. Kebaikan itu selalu cepat diterima untuk urusan akhirat, sedangkan penerimaannya di dunia selalu butuh waktu. Tenang saja, bila akhirat didapat, insya Allah dunia mengikuti di dalamnya. Yang berhak menilai hanya Allah.

Jangan lupa bersyukur. Kita mulai dari hal kecil, nafas, makan, kesehatan, anggota badan kita, kesempurnaan, paras yang cantik, mata telinga mulut. Pandang, dengar, dan katakan saja hal yang baik. Allah memberi dengan tujuan untuk kebaikan. Belajar dimanapun, dengan siapapun itu pasti atas izin Allah.

Beberapa waktu lalu aku sempat merasakan hampa. Ya hampa. Kosong begitu saja. Tidak ada yang bisa menyentuhku sama sekali. Kering rasanya. Istighfar. Ya hanya itu kuncinya. Sesaat yang lalu aku banyak mendengar hal yang kurang baik. Butuh waktu. Ya butuh waktu untukku mendengar hal-hal seperti itu. Melekatkan retakan agar tak tampak bekas keping yang ada. Aku merasa hatiku tidak genap, setengah. Seperti menyerpih, tapi tak perlu lama. Aku harus segera membeli perekat yang kuat. Aku ada Allah. Dan beberapa orang yang tiba-tiba hadir, dekat-mendekat, yang benar-benar menyayangiku. Menganggapku ada, dengan pandangan apa adanya, tanpa direka dan dibuat-buat.

Terima kasih untuk orang tuaku yang selalu ada, merasa dengan kuatnya apa yang hatiku selalu rasa. Meskipun aku jauh di sini, meskipun aku tak ucap kata sedikitpun, hadirku lewat mimpi yang tergambar sesuai percikan hatiku.

Terima kasih untuk sahabat-sahabatku selayaknya saudaraku yang selalu hadir, mendekap, memeluk, dan mengusap dengan lembut keputusasaan yang timbul tenggelam begitu saja.

Terima kasih untuk kakak-kakak yang baru datang, kalian dikirimkan Tuhan tanpa angin. Datang dan menyayangiku begitu saja tanpa aku pinta.

Terima kasih untuk yang membenciku. Tanpa rasa benci itu mungkin aku tidak punya pundak sekuat ini. Mungkin aku tidak punya saudara sebanyak ini. Mungkin aku tidak punya apa yang aku miliki sekarang. Nikmati rasa kebencian itu.

Aku tetap di sini, menunggu setengah lagi, sesuai porsiku.

12 Tetes. 23.23

10 Maret 2013

Langit Tetap Memerah Senja Ini

Selasa, 27 Maret 2012
Sebuah dialog antara dua perempuan yang sedang berbicara layaknya seorang perempuan bicara. Tanpa pikiran-pikiran lain yang membuat penat, hanya ada mereka dan imajinasi mereka saja.

H: Air danau tenang. Padahal ada rintik hujan. Menurutmu gimana?
L: ...
H: Kok lama??
L: yang pasti dengan melihatnya aku jadi ikut tenang.
H: aku juga. Lihat deh, orang-orang main bola, nggak peduli hujan. Kita juga harus begitu, tetap “berjibaku” walaupun sering nangis ya? :D
L: hujan akan berhenti kan? Sama seperti kemarin yang kita rasakan panas yang sangat terik tiba-tiba hujan lebat begitu saja. Menurutmu? (air hujan malah netes di pipi deh)
H: Pasti. Karena rasa tidak ada yang tahu kapan datangnya. Bukankah Langit itu susah ditebak? Tapi yang pasti, walaupun langit tidak memerah lagi senja ini, malam pasti akan datang kok. Juga esok pagi.
L: semoga tentunya membawa kebaikan untuk kita semua ya. Kamu punya harapan?
H: Langit sudah mulai gelap. Cahaya bulat mulai berpendar di sekeliling kita. Seperti malam yang dijemput cahaya, harapanku adalah cahayaku. Aku berharap apa ya? Hmm.. aku ingin sampai di danau dengan teratai yang indah. Kamu?
L: kamu pernah bilang ke aku tentang arti dari ‘danau dengan teratai yang indah’, mungkin sama itu harapanku juga. Parameter indah sementara cukup hatiku yang tau ya :D
......
(suatu saat kita akan menangis membaca tulisan ini)
............
H: tentu saja. Nanti, kalau harapan itu sudah tercapai, ceritain ke aku ya indah seperti apa yang kamu maksud. :D
L: pastinya! Kamu juga ya. Eh eh, terima kasih lho tapi. Sudah mengajakku di setiap senja ke tempat ini. Eh aku merasakan angin segar. Kamu?
H: Angin itu selalu menyegarkan. Kamu tahu nggak kalau angin itu setia? Dia lebih setia dari bulan. :D
L: maksudnya?
H: Ada yang pernah bilang sama aku, kalau angin itu setia. Kalau sudah dibilang berhembus dari utara ke selatan, ia akan selalu seperti itu. Sementara bulan terkadang berubah fase. Tapi, berubahnya fase bulan menurutku juga simbol kesetiaan. Jadi, kamu jangan pernah takut, jika sekarang bulanmu menyabit, nanti ada saatnya purnama datang kok. :)
L: kamu kok jahat, bikin aku makin nangis :’(
H: Aku juga mau nangis sebenernya, tapi ga mau ah. :p Masa udah hujan, pipimu hujan, pipiku juga? Nggak lucu :D Eh, makasih yaa, aku udah dibolehin minjem telingamu :D
L: iya sama-sama, kamu juga ya. Maaf untuk saat ini aku tak bisa berkata banyak, kamu tau kan warna hatiku saat ini. You know me so well lah :D
H: Kalau minta maaf terus aku pulang aaaaaaah :D
L: jangan, senja belum menampakkan keindahannya. Dia datang ngga ya hari ini?
H: hmm.. sepertinya langit merah yang kita tunggu senja ini nggak akan datang. Kan ada hujan. Tapi itu tetap saja menenteramkan selama kita menerimanya begitu bukan? Kamu jangan sedih yaa.. Aku juga jangan sedih. :D
L: iya jangan sedih. Kita harus saling mengingatkan, berjalanlah di atas pelangi. Pelangi itu indah loh.
H: Eh, gimana caranya jalan-jalan di atas pelangi???
L: naik rollercoaster. Pastinya bukan naik sampan :p
H: Hahahahaa, ntar kalau aku nikah kamu harus dateng ke Pati naik sampan!! Abis ngejekin mulu sih. Atau ntar suasana pernikahanku aku konsep dengan tema sampan ya? #eh *kok jadi ngomongin ini sih?? #skip
L: dasar. Eh si Merah sepertinya sempat menyapa kita tuh. Kita harus kasih senyuman, kayaknya dia malu-malu deh hari ini sama kita
H: Iya ya, dia ternyata datang. Langit tetap memerah senja ini. Padahal kita bahkan sudah nggak berharap. Hidup juga sering seperti itu. Allah Maha Pemberi Surprise sih :D
L: karena senja sudah memerah, ayo kita beri senyuman kepada langit. Udah deh. Pulang yuk :D
H: Surprise apalagi ya di senja esok hari? :D Yuk.. Selamat datang malam.. Sampai jumpa matahari :)

Langit merah
26 Maret 2012
17.57

H & L
HeadLine

Sebelum Aku Terpetik Nantinya

Rabu, 22 Februari 2012

            Senja menyapa, pertanda malam akan hadir. Itu berarti aku harus berani menatap dalam kegelapan, untuk kesekian kalinya. Tapi itu tidak lama, hanya beberapa jam, hingga akhirnya mentari muncul lagi menerangiku beserta teman-temanku. Sayup-sayup sepoi angin menggodaku. Walaupun ia hanya sepoi, tetap saja angin. Dan itu tetap memaksaku untuk menggeliat, mengombang-ambingkan tubuhku beserta daun-daunku. Si batang, terlihat kokoh menahan semua jenis angin. Duri yang ia miliki, semakin menunjukkan kharismanya.
            Sejauh aku memandang, dulu aku hanya berasal dari kuncup bunga yang kecil. Mungkin tampak tak berguna. Kemudian aku tumbuh diiringi gelap malam dan sejuknya embun pagi yang menyapaku ramah di setiap harinya. Aku rekam semua apa yang ada di hadapanku. Tak jarang teman-temanku tak mampu bertahan hidup karena dihinggapi hewan beracun, atau tangan-tangan manusia yang memetik indahnya kuncup bunga sepertiku. Syukur, itulah yang selalu kupanjatkan setiap pagi, mewakili perasaanku. Tuhan telah melindungi dan membelaku. Membiarkan aku menatap apa yang akan terjadi di depan nantinya. Tapi aku bukan nabi, sewajarnya makhluk Tuhan, aku pun mengeluh pada si batang.
            “Kau tidak capek?”, ujarku.
            “Capek? Hmm, tidak. Mengapa kau bertanya seperti itu?”, dia bertanya balik.
            “Tak apa. Aku saja yang hanya menumpang bersamamu sudah letih dengan kehidupan ini. Dunia menyeramkan ya, untung saja aku tidak hidup sendiri.”, jawabku.
            “Dunia ini berwarna. Lihat, kita di sini, di dunia ini hadir membawa sifat Tuhan, Yang Maha Indah. Teman-temanmu yang sudah pergi terlebih dahulu itu mungkin sudah takdir Tuhan. Kau yang masih ada di sini, bersyukurlah. Kau masih diberikan kesempatan melihat indahnya dunia. Bahkan kau sendiri diciptakan Tuhan sangat indah. Warna putihmu dan parfummu melambangkan kasih sayang dan cinta yang suci serta abadi. Dan dunia pun mengetahui akan hal itu. Aku punya duri, Tuhan melalui aku melindungi dirimu.”
Aku hanya mengangguk dalam diam. Sampai kapan aku akan terus seperti ini. Selalu saja hati kecilku hanya bisa merengek. Tapi apa yang dikatakan si batang benar juga. Sang bulan yang lembut, seperti menyampaikan pesan, Jangan pernah takut dan ragu pada dunia. Lihat saja aku, meskipun aku jauh darimu, aku bisa menyapamu di setiap malam. Dan setiap insan yang menatapku, seperti melemparkan senyum padaku. Dan aku menyapa mereka dengan kelembutanku. Ya, ini perintah Tuhan untukku. Jalani saja, Tuhan akan selalu tersenyum padamu.
            Sekarang, aku semakin mekar. Warna putih dan harum semerbak yang dianugerahkan Tuhan padaku bukan sembarangan, menggoda siapapun yang melewatiku. Di gelap malam ini, aku sampaikan lembaran harapanku. Tuhan, Engkau ciptakan aku hanya sekuntum, terima kasih atas milyaran nikmat yang Engkau beri padaku setiap harinya. Persembahan derai syukur untuk-Mu. Aku mohon, selalulah tersenyum padaku apapun dan bagaimanapun keadaanku. Selagi ada waktu, ku sampaikan hal ini pada-Mu, sebelum aku terpetik nantinya.

White Rose
Permai Bunda
Februari 12, 2012

Ini Rencana Tuhan

Selasa, 21 Februari 2012
Februari 21, 2012

Bulir bening itu selalu tak mau ketinggalan ketika aku menengadahkan jemariku di hadapan-Nya. Terus berjatuhan seakan ikut membantuku merayu-Nya agar selalu tersenyum dan memberikan usapan ketenangan dalam hatiku. Ya terima kasih. Sujud, syukur selalu terpanjat dan doa yang selalu ku curahkan, ditemani manik tasbih yang tak bosan berputar. Terima kasih atas berita-berita baik yang ku dengar. Terima kasih atas memudarnya seluruh kecemasan yang aku pikirkan akhir-akhir ini. Terima kasih atas sedikit kata yang terucap darimu hari ini, "Makasih". Sangat lebih dari cukup, setelah sekian lama kau hanya terdiam. Menghela nafas membantu hatiku merasa semakin lega. Itu yang membuat aku semakin yakin, Tuhan selalu mendengar dan mengetahui isi hatiku. Biarkan ini mengalir ya, sama seperti perkataanmu kepadaku. Mungkin masih terus menitik, mungkin kau belum mengerti apa yang kau lakukan. Tak apa. Jika kau belum mengertiku, biarkan aku yang mencoba selalu mengertimu. Melihatmu cukup menenangkanku. Bila kau di sisiku, itu akan lebih membuatku menjadi seorang wanita yang mulia. Sudahlah, biarkan waktu yang menjadi hakim. "Aku, setia menjadi tokoh utama dalam skenario-Nya."